Pada 14 Agustus 2024, Direktur Jenderal WHO mengumumkan kembali Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD) atau PHEIC untuk Mpox setelah terjadi lonjakan kasus di beberapa negara di Afrika, termasuk Kongo, dengan varian baru (Clade I) yang lebih fatal daripada sebelumnya (clade II). Sebelumnya, pada 23 Juli 2022, Mpox pernah dinyatakan sebagai KKMMD atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), namun status PHEIC dicabut pada 11 Mei 2023. Kementrian Kesehatan RI telah mengimbau kepada pimpinan OPD bidang kesehatan dan faskes, termasuk puskesmas di seluruh Indonesia, melalui Surat Edaran Nomor: HK.02.02 /C/ 2160/2024 tentang Peningkatan Kewaspadaan Terhadap Mpox di Pintu Masuk, Pelabuhan, dan Bandara yang Melayani Lalu Lintas Domestik dan di Wilayah pada 20 Agustus 2024.
Menindaklanjuti surat edaran tersebut, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta telah melakukan penguatan kewaspadaan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, terutama puskesmas. “Bagi tenaga medis dan perawat yang menemukan gejala klinis mirip Mpox pada pasien, segera lakukan identifikasi, tatalaksana, dan laporkan kepada Dinas Kesehatan untuk tindak lanjut,” jelas dr. Lana Unwanah, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit PD SIK Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dalam upaya deteksi dini dan pencegahan Mpox.
Mpox disebabkan oleh Monkeypox virus (MPXV) dan bisa bersifat ringan dengan gejala selama 2-4 minggu, namun bisa berkembang menjadi berat hingga berujung pada kematian (Case Fatality Rate 3-6%). Penularan Mpox terjadi melalui kontak langsung dengan hewan atau manusia yang terinfeksi, atau melalui kontak tidak langsung. Penularan dapat melalui lesi atau cairan tubuh, seperti ciuman, sentuhan, oral, penetrasi vaginal, atau anal dengan orang yang terinfeksi. Penularan tidak langsung juga bisa terjadi melalui benda yang terkontaminasi, seperti tempat tidur penderita.
“Epidemiolog dan Ketua Tim Kerja Surveilans Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Solikhin Dwi Ramtana, MPH, menjelaskan bahwa Mpox termasuk penyakit zoonosis atau berasal dari hewan yang menular pada manusia. Kewaspadaan terhadap kasus Mpox di Kota Yogyakarta tetap dilakukan mengingat frekuensi kunjungan dan mobilitas dari luar negeri yang tinggi, serta adanya dugaan perubahan pola penularan melalui kontak langsung sebagaimana kasus di Kongo pada tahun 2024 ini.”
Berdasarkan laporan WHO per 30 Juni 2024, sekitar 85,8% kasus Mpox terjadi pada kelompok laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki (LSL). Sekitar 51,9% kasus memiliki status HIV positif, dan sebanyak 83,8% kasus tertular melalui hubungan seksual. “Kami menghimbau kepada warga Kota Yogyakarta yang pulang dari perjalanan ke negara endemis atau berinteraksi dengan komunitas berisiko dan merasakan gejala klinis seperti Mpox untuk segera ke puskesmas sesuai tempat tinggalnya,” himbau dr. Lana sebagai upaya antisipasi dan pencegahan penularan Mpox di wilayah Kota Yogyakarta.