Sejak awal tahun 2024, jumlah kasus mpox di Afrika sudah mencapai lebih dari 77.800, dengan jumlah kematian mencapai 1.321, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Afrika. Dalam konferensi pers online pada Kamis malam, Direktur Jenderal CDC Afrika, Jean Kaseya, mengumumkan bahwa benua Afrika telah melaporkan 77.888 kasus mpox sejauh ini, termasuk 16.767 kasus terkonfirmasi dan 1.321 kematian.
Sierra Leone adalah negara terbaru di Afrika yang melaporkan kasus mpox setelah wabah pertamanya pada 10 Januari, sehingga total negara yang terkena dampak menjadi 21, kata Kaseya. Dari 21 negara yang terdampak, 13 di antaranya masih mengalami penyebaran aktif virus mpox. Delapan negara lainnya sedang dalam fase pengendalian, dengan empat di antaranya, yaitu Afrika Selatan, Gabon, Maroko, dan Zimbabwe, sudah lebih dari 90 hari tanpa kasus terkonfirmasi mpox.
Afrika Tengah masih menjadi wilayah yang paling terdampak oleh wabah mpox, mempengaruhi kelima wilayah di Afrika dari segi jumlah kasus dan korban tewas. CDC Afrika memiliki sejumlah prioritas untuk tiga bulan ke depan, termasuk meningkatkan respons di pusat-pusat penularan dengan melibatkan ahli epidemiologi dan tenaga kesehatan masyarakat. Semua negara juga perlu meningkatkan pengujian mpox, infrastruktur laboratorium, dan melawan hoaks seputar virus tersebut.
Pada pertengahan Agustus tahun lalu, CDC Afrika menyatakan wabah mpox sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat yang Mengancam Keamanan Benua. Tak lama setelah itu, WHO juga menetapkan mpox sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional, yang merupakan kedua kalinya dalam dua tahun terakhir organisasi itu memberikan peringatan global tertinggi untuk mpox.
Mpox, sebelumnya dikenal sebagai cacar monyet, pertama kali terdeteksi pada monyet laboratorium pada tahun 1958. Penyakit ini biasanya menular melalui cairan tubuh, droplet saluran pernapasan, dan benda terkontaminasi lainnya. Gejala infeksi mpox biasanya meliputi demam, ruam, dan pembengkakan kelenjar getah bening.